Risnawati saat mendengarkan tuntutan JPU, Ashari Syam, hanya bisa menunduk menatap lantai PN Palopo. Apalagi, sejumlah kaum ibu yang turut menyaksikan jalannya persidangan ini, termasuk Ketua Lembaga Bantuan Anak dan Perempuan Kota Palopo, Andi Fatmawati Syam, meneriaki terdakwa agar dituntut hukum seberat-beratnya.
Ashari saat membacakan tuntutannya setebal 172 halaman, menegaskan, terdakwa Risnawati didakwa dengan dakwaan kumulatif, yakni melanggar UU No.21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdangan orang (traffiing), UU No.23/2002 tentang perlindungan anak, dan KUHP. Ketiga UU tersebut, menjerat Risnawati lantaran 'menjual' anak tirinya yang masih berstatus anak di bawah umur kepada sejumlah pria hidung belang.
Terdakwa dengan sengaja dan sadar memperjualbelikan anak tirinya yang masih dalam perlindungan anak, dengan menjadikannya sebagai pekerja seks komersial (PSK) dari satu wisma ke wisma lainnya di Kota Palopo, terhitung sejak tahun 2010 lalu.
"Atas tindakannya, JPU meminta kepada hakim untuk menghukum terdakwa selama lima tahun penjara dan denda sebesar Rp180 juta untuk subsider tiga bulan penjara," kata Ashari di hadapan majelis hakim yang diketuai Purwanto dan didampingi dua hakim anggota masing-masing Arif Wicaksana dan Amran.
JPU mempertegas dalam dakwaannya, bahwa kasus Risnawati yang bergulir sejak Juli 2011 lalu, patut mendapat perhatian serius dari majelis hakim, karena kasus traffiking pertama yang terjadi di Kota Palopo.
"Apalagi, perbuatan terdakwa telah merusak masa depan anak tirinya yang masih berstatus anak di bawah umur dan patut dilindungi dalam keluarganya," tegas Ashari.
Terdakwa sendiri melalui kuasa hukumnya, akan mengajukan pembelaan atau pledoi pada persidangan berikutnya, Kamis pekan depan. "Saya minta keringanan hukuman, karena saya masih memiliki dua anak yang masih kecil," kata Risnawati.
Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Anak dan Perempuan Kota Palopo, Andi Fatmawati Syam, mengatakan, terdakwa patut diganjar hukuman berat karena tindakannya telah merusak masa depan anak tirinya yang masih duduk di bangku kelas III SMP. Bahkan, sejak kasus ini mencuat ke permukaan, korban tidak lagi melanjutkan pendidikannya di salah satu SMP di Kota Parepare. "Korban sangat malu dan memutuskan berhenti sekolah," kata Fatmawati.
Menurut dia, korban saat ini masih dalam pengawasan lembaganya dan ditampung sementara waktu di rumahnya, karena korban enggan pulang ke rumah orangtuanya di Kota Bandar Madani, Parepare. "Dia sehat-sehat saja, tetapi masih trauma akibat perbuatan ibu tirinya," katanya.
Sementara itu, Ni yang ditemui di kediaman Fatmawati, Jalan Salak Palopo, mengharapkan agar ibu tirinya menerima hukuman setimpal. "Saya mau ibu dihukum lama biar bisa menyesali perbuatannya di penjara," kata Ni, sedih.
Dia mengisahkan peristiwa kelam yang dialaminya hampir dua tahunan sebagai pemuas birahi sejumlah pria hidung belang dari satu hotel ke hotel lainnya di Palopo. Ni mengaku diajak ibu tirinya jalan-jalan ke Palopo, saat musim liburan sekolah. Dia sama sekali tidak menaruh curiga kepada ibu tirinya yang telah mengasuhnya sejak kecil.
Saat berada di Palopo, Ni bersama ibunya menginap di salah satu wisma. Ibu tirinya bekerja sebagai tukang pijat di wisma itu. "Baru dua malam di wisma, ibu memaksa saya melayani seorang pria kenalannya. Saya tidak berdaya, apalagi ibu mengancam saya," katanya, terisak.
Setelah melayani tamu pertama tersebut, sejak saat itu Ni dijadikan 'sumber uang' bagi ibu tirinya karena hampir setiap hari, Ni dicarikan 'tamu' pria berduit. "Terkadang dalam satu hari, saya dipaksa ibu melayani tiga sampai lima pria. Saya tidak berdaya karena selalu diancam ibu," keluhnya.
Ni mengakui, ayahnya yang bekerja sebagai penjual makanan di Parepare, memiliki utang sekitar Rp60 juta, sehingga ibu tirinya menyuruhnya 'membanting tulang' mencari uang untuk membantu ayahnya melunasi utang-utangnya. "Ibu bilang, kalau tidak mau terima tamu, ayah akan dilaporkan ke polisi. Makanya, saya dipaksa melayani pria-pria dari hotel ke hotel," katanya.
Hingga suatu hari, Ni berkenalan dengan seorang pria yang hendak mengencaninya. Pria itu kata Ni menjadi 'dewa penolongnya' karena merasa kasihan kepada dirinya yang siang itu, telah melayani empat pria. "Pria itu kasihan melihat saya sehingga dia berjanji akan menolong saya. Pria itu melaporkan kasus yang saya alami ke polisi. Sejak itu ibu ditangkap polisi dan saya terbebas dari dunia hitam ini," katanya.
Kunjungi : unik baca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung, Silahkan Tinggalkan Komentar Anda...