Selasa, 8
Desember diterbitkan buku yang berisikan foto-foto terlarang yang
dibuat di Hindia-Belanda - nama Indonesia di zaman kolonial - antara
tahun 1945 hingga akhir 1949.
Foto-foto
dilarang pemerintah Batavia, karena hanya mau memberikan gambaran yang
positif tentang perang ketika itu. Foto tentara yang terluka tembakan,
atau penduduk yang ditangkap dan diancam laras senapan, foto-foto yang
boleh dibilang kontroversial, tidak pernah muncul di media Belanda. René
Kok, Erik Somers dan Louis Zweers menggabungkan hampir 200 foto dalam
buku mereka 'Perang Kolonial 1945-1949: Dari Hindia Belanda ke
Indonesia. Radio Nederland berbincang dengan Erik Somers, salah satu
penulisnya.
René
Kok, Erik Somers dan Louis Zweers memang sudah lama menyelidiki
berbagai arsip gambar dan juga fotografi mengenai Perang Dunia II.
Selain itu mereka juga menyelidiki arsip-arsip foto di periode
dekolonisasi Hindia-Belanda antara 1945 hingga 1949. Ketika itu banyak
wartawan yang dipakai oleh pemerintah kolonial untuk membuat foto-foto
perang. Para wartawan ini diwajibkan untuk menyerahkan semua foto yang
dibuat kepada pemerintah Batavia untuk diseleksi, sebelum dikirim ke
media di Belanda.
Disensor
Banyak
foto yang tidak terseleksi karena dianggap mengandung unsur-unsur yang
mengagetkan sehingga bisa meresahkan sanak keluarga serta penduduk
Belanda. Foto serdadu yang terluka misalnya, atau tawanan perang, tidak
pernah ditampilkan di media.
Sebenarnya
periode 1945, setelah 17 Agustus dan 1949, dikenal dengan periode
Bersiap, dan setelah itu dimulai aksi agresi I dan II oleh Belanda, dan
berakhir dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda 27 Desember
1949. Istilah Belanda 'Politionele Actie' memang sengaja tidak digunakan
oleh ketiga penulis. Menurut mereka istilah ini digunakan pemerintah
Belanda untuk membenarkan aksi di Indonesia yaitu mengembalikan
ketenangan dan pemerintahan di Hindia-Belanda, dan digunakan untuk
menutup-nutupi apa yang terjadi ketika itu.
Setelah
menyelidiki ratusan foto yang ditemukan, ketiganya menyimpulkan, bahwa
sejak hari pertama pasukan Belanda datang ke Indonesia, dimulailah
periode perang, dalam hal ini perang kolonial.
Memang
saat itu banyak foto yang beredar mengenai perang. Tujuan utama buku
ini adalah menerangkan kepada rakyat Belanda, bahwa pemberitaan mengenai
perang ketika itu, terutama foto, telah terlebih dulu diseleksi,
disensor oleh pemerintah, dinas intel dan militer Belanda. Hanya
diperlihatkan foto-foto yang sesuai dengan kebijakan pemerintah,
kebanyakan foto-foto yang menutup-nutupi dan tidak memperlihatkan
situasi yang sebenarnya. Jadi foto-foto yang tidak membuat khawatir
sanak keluarga para militer di Belanda. Ketika itu ada 120.000 tentara
Belanda dikirim ke Indonesia.
Keadaan sesungguhnya
Foto-foto
yang diterbitkan sekarang, justru foto yang dilarang atau ditolak oleh
badan sensor, tapi oleh karena satu dan lain hal masih tetap disimpan di
berbagai badan arsip. Foto-foto ini menunjukkan gambaran lain tentang
perang, kekerasan, teror dan lainnya, atau gambaran perang sesungguhnya.
Rakyat
Belanda tidak boleh merasa khawatir akan nasib tentara, sanak keluarga
mereka yang ditugaskan ke Hindia-Belanda. Itulah tujuan utama. Setiap
bentuk keresahan, apalagi tentangan terhadap perang ini membawa dampak
negatif bagi pemerintah dan pimpinan militer Belanda ketika itu.
Termasuk foto-foto di mana penduduk Indonesia menyambut gembira pasukan
Belanda yang ketika itu dianggap sebagai 'pembebas'.
Kebijakan
yang sama juga digunakan pemerintah Amerika Serikat dalam perang Irak.
Dan juga di Afghanistan. Foto-foto yang dipublikasi sebisa mungkin tidak
membuat orang bereaksi negatif. Foto-foto yang dibuat fotografer
embedded, dan dibuat berdasarkan permintaan pemerintah atau militer.
Foto-foto
ini bertolak belakang dengan cerita para serdadu yang kemudian kembali
ke Belanda. Setibanya di tanah air mereka merasa tidak dihargai, karena
gambaran publik tentang perang itu sangat positif. Tidak ada kejahatan,
kekerasan, teror atau aksi berdarah.
Selain
itu Belanda juga perlahan-lahan harus menerima bahwa mereka kehilangan
wilayah koloni dan dari awalnya perang ini sudah dianggap gagal. Satu
hal yang sudah pasti tidak menimbulkan simpati publik.
Reaksi
Banyak
reaksi diterima ketiga penulis, terutama dari kalangan veteran KNIL di
Belanda. dan juga dari anak-anak mereka, generasi kedua setelah perang.
Buku ini, dan terutama foto-foto tersebut menjelaskan mengapa ayah
mereka tidak mau berbicara tentang perang. Atau justru bercerita banyak
mengenai berbagai kekerasan yang terjadi di saat perang, menjelang akhir
hayat mereka. Dengan kata lain buku ini menceritakan sisi negatif dari
perang.
Koloniale Oorlog: 1945-1949
René Kok, Erik Somers, Louis Zweers
Penerbit Carrera
ISBN: 978 90 488 0320 0
Terbit mulai 8 Desember 2009
Seorang pemuda yang terluka diberi pertolongan medis oleh anggota brigade marinir Belanda
Operasi Quantico. Seorang serdadu marinir terlihat mengancam sekelompok warga Indonesia yang diintrogasi
Operasi Quantico. Seorang pemuda ditarik rambutnya agar keluar dari tempat persembunyian
Presiden Soekarno dan Ibu Fatmawati dielu-elukan oleh warga Indonesia, setelah berpidato di Yogyakarta, November 1949
artikel ini di copy dari : Foto-Foto Terlarang dari Hindia Belanda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung, Silahkan Tinggalkan Komentar Anda...