Cendrawasih Mati-kawat atau
dalam nama ilmiahnya Seleucidis melanoleucus adalah sejenis burung
pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 33cm, dari genus
tunggal Seleucidis. Burung jantan dewasa mempunyai bulu berwarna hitam
mengilap, pada bagian sisi perutnya dihiasi bulu-bulu berwarna kuning
dan duabelas kawat berwarna hitam. Burung ini berparuh panjang lancip
berwarna hitam dengan iris mata berwarna merah. Burung betina berwarna
coklat, berukuran lebih kecil dari burung jantan dan tanpa dihiasi
bulu-bulu berwarna kuning ataupun keduabelas kawat di sisi perutnya.
Cendrawasih Mati-kawat ditemukan
di hutan dataran rendah pada pulau Irian. Seperti kebanyakan spesies
burung lainnya di suku Paradisaeidae, Cendrawasih Mati-kawat adalah
poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan menggunakan
keduabelas kawat pada ritual tariannya. Setelah kopulasi, burung jantan
meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina
menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih
Mati-kawat terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.
Spesies ini mempunyai daerah
sebaran yang luas dan sering ditemukan di habitatnya. Cendrawasih
Mati-kawat dievaluasikan sebagai Beresiko Rendah di dalam IUCN Red List
dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.
genus semioptera
Burung Bidadari Halmahera,
Semioptera wallacii adalah jenis cendrawasih berukuran sedang, sekitar
28cm, berwarna cokelat-zaitun. Cendrawasih ini merupakan satu-satunya
anggota genus Semioptera. Burung jantan bermahkota warna ungu dan
ungu-pucat mengkilat dan warna pelindung dadanya hijau zamrud. Cirinya
yang paling mencolok adalah dua pasang bulu putih yang panjang yang
keluar menekuk dari sayapnya dan bulu itu dapat ditegakkan atau
diturunkan sesuai keinginan burung ini. Burung betinanya yang kurang
menarik berwarna cokelat zaitun dan berukuran lebih kecil serta punya
ekor lebih panjang dibandingkan burung jantan.
George Robert Gray dari Museum
Inggris menamai jenis ini untuk menghormati Alfred Russel Wallace,
seorang naturalis Inggris dan pengarang buku The Malay Archipelago,
orang Eropa pertama yang menemukan burung ini pada tahun 1858.
Burung Bidadari Halmahera adalah
burung endemik kepulauan Maluku dan merupakan jenis burung cenderawasih
sejati yang tersebar paling barat. Makanannya terdiri dari serangga,
artropoda, dan buah-buahan.
Burung jantan bersifat poligami.
Mereka berkumpul dan menampilkan tarian udara yang indah, meluncur
dengan sayapnya dan mengembangkan bulu pelindung dadanya yang berwarna
hijau mencolok sementara bulu putih panjangnya di punggungnya
dikibar-kibarkan.
Karena umum ditemukan di rentang
habitatnya yang terbatas, burung Bidadari Halmahera dievaluasi beresiko
rendah di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.
genus cicinnurus
Cendrawasih Botak atau dalam
nama ilmiahnya Cicinnurus respublica adalah sejenis burung pengicau
berukuran kecil, dengan panjang sekitar 21cm long, dari marga
Cicinnurus. Burung jantan dewasa memiliki bulu berwarna merah dan hitam
dengan tengkuk berwarna kuning, mulut hijau terang, kaki berwarna biru
dan dua bulu ekor ungu melingkar. Kulit kepalanya berwarna biru muda
terang dengan pola salib ganda hitam. Burung betina berwarna coklat
dengan kulit kepala biru muda.
Endemik Indonesia, Cendrawasih
Botak hanya ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau Waigeo dan
Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi Papua Barat. Pakan burung
Cendrawasih Botak terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga kecil.
Penamaan ilmiah spesies ini
diberikan oleh keponakan Kaisar Napoleon Bonaparte yang bernama Charles
Lucien Bonaparte dan sempat menimbulkan kontroversi. Bonaparte, seorang
pengikut aliran republik, mendeskripsikan burung Cendrawasih Botak dari
spesimen yang di beli oleh seorang ahli biologi Inggris bernama Edward
Wilson beberapa bulan sebelum John Cassin, yang akan menamakan burung
ini untuk menghormati Edward Wilson. Tigabelas tahun kemudian, ahli
hewan Jerman yang bernama Heinrich Agathon Bernstein menemukan habitat
Cendrawasih Botak di pulau Waigeo.
Berdasarkan dari hilangnya
habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah dimana
burung ini ditemukan sangat terbatas, Cendrawasih Botak dievaluasikan
sebagai beresiko hampir terancam di dalam IUCN Red List. Burung ini
didaftarkan dalam CITES Appendix II.
Cendrawasih Raja, Cicinnurus
regius, adalah burung pengicau anggota famili Paradisaeidae (burung
cendrawasih) yang panjang tubuhnya sekitar 16cm. Burung jantan berwarna
merah tua terang dan putih dengan kaki berwarna biru terang dam memiliki
bulu-bulu mirip kipas yang warna ujungnya hijau di pundaknya. Dua
ekornya yang memanjang ujungnya berhiaskan uliran bulu hijau zamrud.
Burung betina berwarna coklat dan bawahnya bergaris-garis.
Cendrawasih Raja tersebar di
seluruh hutan dataran rendah di pulau Papua dan pulau-pulau terdekat.
Burung yang disebut juga oleh orang Inggris "living gem" ("permata
hidup") ini merupakan burung cendrawasih paling kecil dan
berwarna-warni. Makanan utamanya terdiri dari buah-buahan dan artropod.
Burung jantan akan membawakan
tarian yang indah dengan mengayun-ayunkan ekornya, mengepak-ngepakkan
bulu perut putihnya yang membuatnya mirip bola kapas dan bandul
akrobatik.
Karena tersebar luas dan umum
ditemukan di habitatnya, Cendrawasih Raja dievaluasi beresiko rendah di
dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.
genus Epimachus
Paruh-sabit Kurikuri atau dalam
nama ilmiahnya Epimachus fastuosus adalah sejenis burung cendrawasih
yang berukuran besar dari genus Epimachus. Burung ini memiliki paruh
hitam melengkung seperti sabit dan berekor panjang.
Burung jantan dewasa merupakan
salah satu burung terbesar di antara burung cendrawasih. Jantan
berukuran sekitar 110cm yang termasuk bulu ekor hiasan berwarna biru
ungu dengan ujung runcing dan sangat panjang. Bulu bagian atas berwarna
hitam keunguan, kepala dan punggung berwarna biru hijau, tubuh bagian
bawah berwarna hitam, coklat, dan ungu di sekitar dagu dan leher, iris
mata merah, kaki hitam keabuan dan bagian dalam mulut berwarna kuning
terang. Pada sisi dadanya terdapat bulu hiasan seperti kipas berwarna
merah, coklat dan hitam dengan ujung warna pelangi. Burung betina
berukuran lebih kecil dari burung jantan, dan memiliki bulu coklat
kemerahan, bagian bawah tubuh hitam dengan totol putih di bagian
belakang, iris mata coklat dan tidak punya bulu-bulu kipas hiasan.
Daerah sebaran Paruh-sabit
Kurikuri terdapat di hutan-hutan pegunungan pulau Irian. Seperti
kebanyakan burung-burung cendrawasih, Paruh-sabit Kurikuri adalah
poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian
yang memamerkan bulu-bulu hiasannya disertai dengan nyanyian. Setelah
kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan
yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri.
Pakan burung Paruh-sabit Kurikuri terdiri dari buah-buahan dan aneka
serangga.
Berdasarkan dari hilangnya
habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah dimana
burung ini ditemukan sangat terbatas, Paruh-sabit Kurikuri dievaluasikan
sebagai rentan di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam
CITES Appendix II.
genus Lophorina
Cendrawasih Kerah, Lophorina
superba, merupakan burung cendrawasih pengicau anggota famili
Paradisaeidae. Ia adalah anggota satu-satunya dari genus Lophorina.
Burung jantan berwarna hitam dengan mahkota berwana hijau pelangi,
mempunyai bulu penutup dadanya biru-hijau dan berbulu pundak yang bisa
menegak berwarna hitam beludru. Burung betinanya berwarna
cokelat-kemerahan dan bawahnya bulu bergaris-garis warna cokelat. Burung
muda berwarna mirip burung betina.
Burung Cendrawasih Kerah tersebar di seluruh hutan hujan di pulau Papua.
Burung jantan bersifat poligami
dan menampilkan salah satu tarian kawin yang memukau dalam dunia burung.
Pada awal penampialnnya dia akan menyanyikan nada keras dan cepat, lalu
dia mulai melompat-lompat di depan betinanya. Tiba-tiba bulu pundaknya
dan bulu penutup dada yang tadinya terlipat, menegak keluar dan
mengembang di kepalanya dan membuatnya menjadi penari berbentuk elips.
Meskipun banyak diburu untuk
diambil bulunya, burung Cendrawasih Kerah merupakan salah satu burung
yang umum dan tersebar luas di hutan-hutan Papua. Burung Cendrawasih
Kerah dievaluasi beresiko rendah di dalam IUCN Red List dan didaftarkan
dalam CITES Appendix II.
Cendrawasih Panji atau dalam
nama ilmiahnya Pteridophora alberti adalah sejenis burung pengicau
berukuran kecil, dengan panjang sekitar 22cm, dari genus tunggal
Pteridophora. Burung jantan dewasa mempunyai bulu berwarna hitam dan
kuning tua, dikepalanya terdapat dua helai bulu kawat bersisik
biru-langit mengilap, yang panjangnya mencapai 40cm dan dapat ditegakkan
pada waktu memikat betina. Bulu mantel dan punggung tumbuh memanjang
berbentuk tudung berwarna hitam. Iris mata berwarna coklat tua, kaki
berwarna abu-abu kecoklatan dan paruh berwarna hitam dengan bagian dalam
mulut berwarna hijau laut. Burung betina berwarna abu-abu kecoklatan
dengan garis-garis dan bintik gelap. Betina berukuran lebih kecil dari
burung jantan dan tanpa dihiasi mantel atau bulu kawat hiasan.
Daerah sebaran Cendrawasih Panji
adalah di hutan pegunungan pulau Irian. Pakan burung Cendrawasih Panji
terdiri dari buah-buahan, beri dan aneka serangga.
Seperti kebanyakan spesies
burung lainnya di suku Paradisaeidae, Cendrawasih Panji adalah poligami
spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan menggunakan bulu mantel
dan ke dua kawat di kepalanya pada ritual tarian. Setelah kopulasi,
burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain.
Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri.
Nama ilmiah burung Cendrawasih Panji memperingati seorang raja berkebangsaan Jerman, Albert I dari Sachsen.
Spesies
ini mempunyai daerah sebaran yang luas dan masih sering ditemukan di
habitatnya. Cendrawasih Panji dievaluasikan sebagai beresiko rendah di
dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung, Silahkan Tinggalkan Komentar Anda...